KPK Dalami Dugaan Penyalahgunaan Kuota Haji Tambahan

KPK Dalami Dugaan Penyalahgunaan Kuota Haji Tambahan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi kuota haji tambahan 2023–2024. Lembaga antirasuah menyatakan akan mengungkap pihak-pihak yang diduga terlibat praktik jual-beli kuota.

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, penyidikan difokuskan pada dugaan penyalahgunaan diskresi pembagian kuota tambahan. Skema ini diduga melibatkan praktik jual-beli kuota oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

“Nantinya secara lengkap, konstruksi perkara dan pihak-pihak yang diduga melawan hukum akan kami dalami,” kata Budi, Jumat (24/10/2025). Ia menegaskan fokus ada pada proses diskresi pembagian kuota haji tambahan.

KPK menelusuri aliran uang dari PIHK kepada oknum di Kemenag, yang diduga memfasilitasi jual-beli kuota. Proses ini disebut melibatkan pihak berwenang dalam penetapan maupun distribusi kuota tambahan.

Budi memastikan seluruh perkembangan penyidikan akan disampaikan terbuka kepada publik. “Semuanya nanti kami update,” ujarnya.

“Termasuk pihak-pihak bertanggung jawab dan ditetapkan tersangka. Di mana mereka tentunya yang berperan dalam diskresi hingga merugikan negara,” kata Budi. 

Sebelumnya, KPK telah memeriksa pejabat dan pihak swasta terkait aliran dana dari PIHK ke oknum Kemenag. Lebih dari 300 PIHK di berbagai daerah telah dimintai keterangan.

KPK juga menggandeng BPK untuk menghitung kerugian negara akibat dugaan praktik jual-beli kuota haji. Kasus ini menjadi sorotan karena berkaitan langsung dengan pelayanan ibadah haji nasional.

Dalam penyidikan, ditemukan permintaan uang percepatan keberangkatan haji oleh oknum Kemenag. Jamaah yang seharusnya menunggu 1–2 tahun dijanjikan berangkat di tahun yang sama.

Syaratnya, jamaah harus membayar uang percepatan mulai dari USD2.400 hingga USD7.000 per kuota. “Kalau tidak salah 2.400 US dolar sampai 7.000 US dolar per kuota,” kata Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu, Jumat (19/9/2025).

KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, sehingga belum ada tersangka hingga kini. Perhitungan awal menyebut kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Selain BPK, KPK juga menggandeng PPATK untuk menelusuri aliran dana terkait kuota haji. Kasus ini bermula dari kebijakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menambah 20.000 kuota haji, dianggap bertentangan UU Nomor 8 Tahun 2019.